Dark Waters: Petaka Kronis
Tak banyak film bertema lingkungan yang rilis di pasaran beberapa tahun terakhir ini. Dark Waters adalah film drama lingkungan yang didasarkan kisah nyata dan naskahnya bersumber dari artikel “The Lawyer Who Become DuPont’s Worst Nightmare” (2016) yang diterbitkan majalah New York Times. Film yang dibintangi dan diproduseri aktor kenamaan Mark Ruffalo ini, digarap oleh sineas independen, Todd Haynes. Film ini juga dibintangi Anne Hathaway, Tim Robbins, Victor Garber, dan Bill Pullman.
Robert adalah seorang pengacara yang baru saja diangkat sebagai rekanan di firma hukum terbesar di kotanya. Suatu ketika, seorang peternak datang ke kantornya untuk meminta bantuan atas ratusan ternak yang mati karena tercemar limbah dari perusahaan kimia terbesar di AS, DuPont. Awalnya, Robert mengacuhkan kasus ini, namun setelah mengecek ke lapangan, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri situasi yang terjadi di sana. Dalam penyelidikannya, Robert secara tak terduga menghadapi potensi kasus pencemaran udara dan air terbesar dalam sepanjang sejarah AS yang telah ditutupi oleh perusahaan selama 4 dekade.
Tema lingkungan dan kebohongan publik sejenis di film memang bukan baru. The Insider dan Erin Brokovich adalah dua contoh film terbaik. Pun, film dokumenter Fahrenheit 9/11 garapan Michael Moore yang mengungkap krisis air di Flint, AS. Dark Waters lebih jauh mencoba mengungkap satu kasus berskala masif yang berpotensi mengancam kesehatan jutaan manusia bahkan hingga kini.
Plotnya dituturkan secara sabar dan perlahan, berawal dari satu kasus kecil yang semakin meluas pengembangan kasusnya. Penyelidikan Robert adalah satu hal yang membuat kisah film ini menarik. Memang sedikit mirip dengan plot Erin Brokovich, walau Erin Brokovich bergerak lebih dinamis ketimbang film ini. Begitu kasus yang ditangani Robert terekspos ke publik, tone plot dalam film ini berubah drastis. Kisah berpindah dari penyelidikan ke meja persidangan demi persidangan. Segmen penantian panjang dalam kisahnya juga sekaligus menguji kesabaran penonton dengan durasi total film lebih dari 2 jam. Sekalipun bukan film thriller semacam Insider, tetapi setiap momen masih bisa merasakan tensi dramatik.
Tak ada satu pun momen situasi cerah (terik matahari) dalam film. Serba suram, kelam, dan bersalju. Hal ini berpadu sempurna dengan kisahnya yang memang ‘keruh’. Dari sisi pemain, sangat menyenangkan melihat Ruffalo kembali bermain kuat dalam film bergenre drama setelah sekian lama bermain jadi sosok superhero. Jika kita tilik lebih jauh, peran Ruffalo kini pun tak jauh dari peran pahlawan, walau kini ia berada di meja persidangan. Aktris sebesar Anne Hathaway ternayt atak begitu dominan perannya dalam film ini, selain sebagai ibu rumah tangga. Beberapa aktor gaek, Tim Robbins dan Bill Pullman juga tak dominan. Ruffalo memang menjadi magnet terbesar filmnya. Entah, apa penampilannya cukup kuat untuk bersaing dalam Academi Awards tahun depan. Jika ditilik tema filmnya, jawabnya, iya.
Dark Waters adalah (sekali lagi) satu bentuk kuat pernyataan medium film terhadap mega korporasi di AS — semata mencari keuntungan melalui kekebalan hukum dan politiknya, di atas segala problema lingkungan yang mereka hasilkan. Secara seimbang, Dark Waters juga mampu menggambarkan perspektif para korban, dan bahkan beberapa di antaranya bermain dalam film ini. Walau jelas diragukan pencapaian box office-nya, namun Dark Waters tidak diragukan adalah salah satu film penting yang diproduksi pada dekade ini. Medium film merupakan satu cara efektif untuk menyampaikan semua yang terjadi di sana. “Let the whole world know,” ujar Wilbur Tennant, si peternak sapi, korban, dan juga orang yang menjadi penyebab hingga Robert menyelidiki kasus mengerikan ini.
Comments
Post a Comment